Oleh : Shanny Pilochutari (Mahasiswa Pascasarjana Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)
HUBUNGAN antara publik dengan pemerintah telah mengalami pergeseran fundamental akibat transformasi digital. Publik kini berpartisipasi aktif dalam komunikasi pemerintah, sementara di era sebelum digital, komunikasi bersifat satu arah dan dilakukan melalui media tradisional seperti surat kabar, televisi, atau konferensi pers. Melalui media sosial, masyarakat umum dapat memahami, berbagi, dan mengkritik kebijakan publik, selain menerima informasi. Strategi media publikasi humas pemerintah sangat penting sebagai jembatan yang menjaga hubungan saling percaya antara publik dan negara.
Humas pemerintah saat ini tidak lagi hanya berfungsi sebagai penyalur informasi kebijakan atau instrumen propaganda. Sesuai Undang-undang No. 14 Tahun 2008, humas telah berubah menjadi organisasi komunikasi publik yang tugasnya meliputi pembinaan komunikasi, mendorong keterlibatan, dan menjamin keterbukaan informasi publik. Model komunikasi pemerintah yang dua arah, simetris, dan partisipatif telah menggantikan model informasi publik yang instruktif (Grunig & Hunt, 1984).
Fenomena digitalisasi ini memunculkan hambatan baru seperti penipuan, kelebihan informasi, dan menurunnya kepercayaan publis terhadap lembaga negara. Namun, digitalisasi juga menciptakan peluang besar bagi humas pemerintah untuk menjangkau publik secara lebih cepat dan luas. Oleh karena itu, diperlukan strategi publikasi media yang berlandaskan etika, keterbukaan, dan tanggung jawab sosial, selain harus mumpuni secara teknis. Berdasarkan teori komunikasi publik dan pengalaman empiris di Indonesia, tulisan ini mengkaji secara kritis metode publikasi media humas pemerintah di era digital.
Grunig dan Hunt (1984) mengembangkan model komunikasi dua arah simetris yang dapat menjelaskan dan memahami tujuan utama humas pemerintah secara kontekstual. Model ini menyoroti betapa pentingnya bagi lembaga dan masyarakat umum untuk bertukar informasi secara seimbang. Selain mengomunikasikan pesan, hubungan masyarakat juga menerima umpan balik, yang membantu pemerintah memodifikasi kebijakan sebagai tanggapan terhadap keinginan publik.
Teori model informasi publik oleh Cutlip, Center, dan Broom (2013) juga masih relevan sebagai landasan etika humas pemerintah yang menjamin bahwa informasi publik dikomunikasikan secara tepat waktu, faktual, dan kredibel. Kedua teori ini sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola good governance yang menekankan tanggung jawab, daya tanggap, dan transparansi sebagai landasan pelayanan publik (UNDP, 2022).
Menurut Tóth dan McKie (2020), komunikasi pemerintah di era digital harus menggunakan saluran yang berani dan transparan untuk melibatkan individu dalam proses pengambilan keputusan. Ini merupakan bentuk demokratisasi informasi, bukan sekadar masalah efektivitas komunikasi. Oleh karena itu, peran etis komunikasi publik, yaitu menciptakan ruang dialog yang memungkinkan warga negara menjadi kolaborator. Bukan hanya sebagai audiens, tidak dapat dipisahkan dari strategi publikasi media humas pemerintah.
Editor : Marjeni Rokcalva







