MINANGKABAU dikenal sebagai tanah adat yang kaya akan nilai budaya, falsafah hidup, dan seni bela diri yang mendalam, salah satunya silek atau silat Minangkabau. Di antara berbagai aliran yang berkembang, Silek Tuo dan Silek Sitaralak menonjol sebagai dua cabang yang merepresentasikan dua sisi dari satu tradisi, kelembutan dan ketegasan, harmoni dan keberanian, pertahanan dan serangan.
Keduanya lahir dari akar budaya yang sama, tetapi berkembang dengan arah dan filosofi yang berbeda, membentuk dua karakter penting dalam wajah silek Minangkabau.
1. Silek Tuo
Silek Tuo, sebagaimana namanya (“tua”), diyakini sebagai aliran silek tertua yang berasal dari Pariangan, nagari yang dianggap sebagai tempat lahirnya kebudayaan Minangkabau. Menurut Mid Djamal dalam Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau, aliran ini menekankan pada nilai moral, spiritualitas, dan keselarasan hidup.
Gerakannya lembut, mengalir, dan cenderung defensif. Filosofinya sederhana namun dalam: “Basilau indak ka bakilau, bakilau indak ka bacacah.” Artinya, seseorang tidak boleh cepat tersulut emosi, tetapi harus bijak dan sabar menghadapi serangan, baik dalam pertarungan maupun dalam kehidupan.
Gerakan Silek Tuo sering terinspirasi dari alam, terutama hewan seperti harimau dan buaya, yang mengajarkan kesabaran sebelum bertindak dan ketepatan dalam menyerang. Dengan demikian, latihan Silek Tuo bukan sekadar pelatihan fisik, tetapi juga pembentukan karakter dan pengendalian diri.
2. Silek Sitaralak
Jika Silek Tuo menekankan keseimbangan batin, Silek Sitaralak menonjolkan kecepatan dan efektivitas dalam menghadapi lawan. Gerakannya tajam, langsung, dan tanpa banyak pola. Ia dikenal sebagai aliran yang “praktis dan agresif,” dirancang untuk pertarungan nyata yang menuntut keputusan cepat.
“Fokus Silek Sitaralak adalah efektivitas,” ujar Fauzan Haris, seorang praktisi muda yang mengajar Silek Sitaralak di Kota Padang. “Setiap gerakan harus punya tujuan, menaklukkan lawan secepat mungkin. Tapi efektivitas ini tetap dibungkus dalam etika Minangkabau, pantang menyerang duluan tanpa sebab.”







