BAHASA Minangkabau bukan hanya medium tutur, ia adalah peta mental orang Minang, cara menimbang benar–salah, menata hubungan sosial, dan menyeimbangkan adat dengan zaman. Keunikannya tampak dalam keragaman dialek antarnagari hingga papatah-patitiah (peribahasa) yang menampung falsafah hidup.
Keragaman Dialek: Banyak Sungai, Satu Hulu
Keragaman dialek Minangkabau sering kali setingkat jorong, dipisahkan sungai, berbeda pula bunyi. Dialek Padang lazim jadi rujukan “halus” untuk media dan acara formal. Dialek Tanah Datar dikenal akhiran “-o” (“Iyo, apokah kabarnyo?”) yang memberi nuansa akrab. Dialek Agam (Bukittinggi) cenderung tegas dan cepat, menyiratkan karakter lugas. Dialek Lima Puluh Kota menonjolkan pronomina “awak” untuk diri sendiri, memperkuat rasa kebersamaan. Dialek Pesisir (Pariaman) terdengar mengalun, kerap berakhiran “-nyo”, seirama ritme hidup maritim. Keberagaman ini menunjukkan prinsip “alam takambang jadi guru”, lingkungan membentuk bahasa, bahasa membentuk laku.
Peribahasa Minang memadatkan etika sosial. “Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang” mengajarkan adaptabilitas, “Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang” menegaskan gotong royong, “Anak dipangku, kamanakan dibimbiang” menandai tanggung jawab ganda dalam sistem matrilineal. Ia bukan hiasan pidato, melainkan alat regulasi sosial, menasihati tanpa mempermalukan, mengoreksi tanpa melukai.
Globalisasi, urbanisasi, dan dominasi media berbahasa Indonesia/Inggris mendorong “pergeseran domain”, bahasa Minang tersisih dari rumah, sekolah, kantor, hingga gawai. Di rantau, transmisi antargenerasi melemah, anak menilai bahasa ibu “kurang berguna”. Jika dibiarkan, fungsi bahasa mengecil, dari bahasa hidup menjadi sekadar simbol identitas.
Langkah pelestarian perlu simultan: (1) Muatan lokal di sekolah agar anak bersentuhan sejak dini; (2) Event lisan, lomba pidato, bakaba, randai membuat bahasa tampil gagah, (3) Konten digital (sketsa pendek, komik strip, musik) agar bahasa hadir di timeline, bukan hanya di ruang tamu, (4) Komunitas Bundo Kanduang & pemuda sebagai jembatan generasi, (5) Kamus mini & panduan ejaan yang ramah gawai untuk memudahkan belajar lintas dialek. Intinya, bahasa harus terasa relevan (dipakai), berfaedah (memberi peluang), dan membanggakan (punya prestige). Dengan itu, bahasa Minang tetap jadi rumah bersama, seluas rantau, sedekat sapaan. (***)