BATUSANGKAR - Sabtu, 7 Desember 2024, cuaca cerah menaungi Istano Basa Pagaruyung yang terletak di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Sedari pagi sudah banyak pengunjung dan kegiatan yang dilaksanakan, misalnya lomba mewarnai kalangan pelajar taman kanak-kanak yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Pesona Minangkabau 2024 yang dimulai Kamis, 5 Desember 2024.
Diakui, bagi penyuka sejarah atau bangunan budaya, tak perlu berharap banyak dari istano yang kini berdiri megah ini. Karena ini sepertinya mirip dengan museum atau Taman Mini. Sebab yang berdiri sekarang hanyalah replika dari Istano Basa Pagaruyung asli yang dulunya terletak di Bukit Batu Patah.
Namun demikian, Istano Basa Pagaruyung memiliki sejarah yang panjang. Dan hingga kini menjadi simbol utama Festival Pesona Minangkabau. Evi Indrawanto, seorang travel bloger, menulis tentang Istano Basa Pagaruyung yang sedikit memilukan. Konflik dan bencana alam serta kebakaran membuat fisiknya bangunan dengan arsitektur Minangkabau yang khas alias Bagonjong hilang timbul dalam sejarah.
Namun semangat menghadirkan kembali Istano Basa Pagaruyung yang musnah perlu dilakukan, apalagi mengingat istana adalah pusat peradaban, hukum, seni dan jati diri. Ini juga sekaligus mencagah jangan sampai generasi setelahnya mendengar cerita dan tak melihat sedikitpun buktinya. Filosofi Mambangkit Batang Tarandam, tentu harus diabadikan guna mengangkat kembali keagungan masa lalu.
Situs resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemdikbud RI) mencatat poin-poin penting tentang Istano Basa Pagaruyung sejak dulunya.
Untuk informasi, Istano Basa Pagaruyung dahulu merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintah dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) berjuluk 'Rajo Tigo Selo'. Sistem kepemimpinan kerajaan dengan dibantu dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo serta Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus.
Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya.
Bangunan asli dari istana ini awalnya berlokasi di Bukit Batu Patah. Setelah insiden tahun 1804 dimana istana ini dibakar Belanda dalam Perang Panderi, istana ini didirikan kembali, tetapi terbakar habis pada tahun 1966. Pada 27 Desember 1976 upaya rekonstruksi ulang kembali dilakukan dengan ditandai peletakan tunggak tuo (tiang utama) olehh Gubernur Sumatera Barat saat itu Harun Zain. Istana ini dibangun kembali dilokasinya yang baru di sisi selatan bangunan asli, yaitu lokasi saat ini."
Editor : Berita Minang