PAGI ini saya merasa bahagia. Ada yang berbeda dengan salat Subuh hari-hari sebelumnya. Subuh di masjid dekat rumah terasa lebih hidup. Di antara saf para orang tua, terlihat sejumlah anak SD dan SMP atau mungkin SMA yang ikut meramaikan salat Subuh berjamaah. Biasanya cuma satu saf dan tidak penuh, pagi ini ada tiga saf hampir penuh. Belum lagi yang berada di jemaah wanita. Meski terlihat masih ada yang mengantuk dan agak ogah-ogahan. Saya cuma bisa berucap, Masyaallah.
Para orang tua, jemaah tetap masjid di tempat saya tinggal kaget. Beberapa dari mereka bertanya-tanya. Ada apa ini? Tumben anak-anak ramai ikut salat Subuh kali ini. Ada apa?
Ternyata, hari ini adalah hari pertama dijalankannya program Smart Surau. Smart Surau adalah program unggulan (progul) Pemerintah Kota Padang yang bertujuan menghidupkan kembali fungsi surau, masjid, dan musala sebagai pusat ibadah, pendidikan, sosial, dan pembinaan generasi muda dengan sentuhan teknologi digital dan pendekatan yang ramah anak.
Program ini diresmikan pada 26 Juli 2025 dan rencananya mulai diterapkan di seluruh masjid Kota Padang sejak 1 Oktober 2025. Namun pada realisasinya, program ini baru dimulai hari ini di masjid tempat saya tinggal, Senin, 6 September 2025. Melalui Smart Surau, pemerintah ingin menjadikan masjid bukan hanya tempat salat, tetapi juga ruang belajar, literasi digital, dan kegiatan positif generasi muda. Untuk mendukung pelaksanaannya, kabarnya Pemko Padang menyiapkan anggaran sekitar Rp55 miliar.
Saya pikir, ini langkah bagus. Selama ini, banyak masjid hanya ramai di waktu salat Jumat atau Ramadan. Selebihnya, cuma diisi orang-orang tua. Anak-anak harus mulai (lagi) dikenalkan dan dibiasakan salat ke masjid. Mereka harus dibiasakan bangun pagi. Menunaikan salat Subuh di masjid sebelum menjalankan aktivitas lainnya. Meski akan menjadi pro kontra. Saya dukung program ini.
Saya menilai, manfaat program ini lebih dari sekadar ramainya jamaah masjid. Ada beberapa hal lain yakni, anak-anak belajar disiplin bangun pagi. Biasa salat berjamaah di masjid. Dan memulai segala sesuatunya lebih awal. Segala sesuatu memang terkadang berawal dari keterpaksaan, lalu menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi budaya diri sendiri.
Peran Dukungan Orang Tua
Tentu saja, semua itu tidak akan berjalan tanpa peran orang tua. Kita sering berharap anak rajin ke masjid, tapi kita sendiri salat di rumah. Padahal, contoh adalah dakwah yang paling efektif. Anak tidak butuh banyak ceramah; cukup melihat ayah dan ibunya menenteng sajadah ke masjid setiap Subuh, mereka akan mengikutinya. Maka kalau kita ingin Smart Surau berhasil, orang tua juga harus ikut “smart” dalam memberi teladan.
Saya tahu, tidak semua orang nyaman dengan perubahan. Mungkin ada yang merasa program seperti ini hanya formalitas, atau sekadar proyek pemerintah yang akan hilang begitu anggaran habis. Tapi menurut saya, setiap langkah kecil menuju kebaikan patut kita sambut dengan niat baik juga. Anggaran besar itu memang perlu diawasi, tapi semangat di baliknya jangan kita padamkan.