Di tengah derasnya arus kesenian modern yang mendominasi generasi muda, masih ada satu tradisi Minangkabau yang terus bersinar dan menembus batas ruang serta waktu, Salawat Dulang. Seni pertunjukan ini telah bertransformasi dari hiburan surau di perkampungan menjadi kesenian dakwah yang tampil di panggung internasional, namun tetap mempertahankan ruh aslinya, harmoni antara seni, agama, dan budaya.
Asal dan Makna
Salawat dulang berasal dari tradisi Islam yang dibawa oleh para pedagang dan ulama ke Sumatera Barat pada masa awal penyebaran Islam di Nusantara. Kesenian ini menampilkan dua orang pemain yaitu induk dan anak yang duduk bersila sambil menabuh dulang (nampan logam berwarna kuning) dan melantunkan syair-syair berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW, kisah para sahabat, dan nasihat moral bagi masyarakat.
Pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi sarana dakwah yang halus dan menyentuh. Di masa lalu, salawat dulang biasa dimainkan di surau mulai pukul 21.00 malam hingga menjelang Subuh. Momen-momen seperti khatam Al-Qur’an, maulid Nabi, atau acara keagamaan lain menjadi panggung utamanya. Kini, salawat dulang juga tampil dalam acara baralek, Ramadhan Festival, bahkan kegiatan kampanye dan event nasional.
Struktur dan Nilai Dakwah
Syair-syairnya memuat pesan universal tentang kejujuran, hormat pada orang tua, tanggung jawab, dan nilai kebersamaan. Tak heran, salawat dulang disebut sebagai “kitab moral yang dinyanyikan” oleh sebagian pemerhati seni Islam.
Dari Minangkabau ke Dunia
Kebesaran nama salawat dulang tidak berhenti di ranah lokal. Pada 2017, dua grup salawat dulang dari Sumatera Barat tampil memukau di Festival Europalia Arts Festival Indonesia di Leiden, Belanda. Beberapa tahun kemudian, Firdaus (Fir Arjuna) dosen ISI Padang Panjang kembali membawa salawat dulang ke panggung Festival Musica Sacra di Maastricht, Belanda (2021). Penampilan ini menjadi bukti bahwa kesenian tradisional Minangkabau masih mampu beradaptasi dan diterima di ruang-ruang budaya global.
Meski sudah mendunia, salawat dulang kini menghadapi tantangan besar, minimnya regenerasi dan berkurangnya minat generasi muda.