MAKNA , Nilai, dan Relevansi dalam Kehidupan Minangkabau, sebagai salah satu etnis besar di Indonesia, dikenal dengan kekayaan budayanya yang sarat dengan filosofi hidup, termasuk dalam bentuk peribahasa. Peribahasa “Sayang anak sayang di anak di lacuik, sayang di nagari di tinggaan” adalah salah satu peribahasa bijak yang menggambarkan konsep kasih sayang dan tanggung jawab secara holistik—baik dalam lingkup keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam konteks budaya Minangkabau, di mana prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah dijunjung tinggi, keseimbangan antara urusan pribadi dan kepentingan kolektif sangat penting. Seseorang tidak dianggap baik bila ia hanya mencintai keluarganya sendiri, namun menutup mata terhadap penderitaan dan kepentingan masyarakat. Sebaliknya, terlalu memikirkan urusan orang banyak hingga mengabaikan anak istri juga dianggap tidak bijak. Oleh karena itu, peribahasa ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga harmoni antara dua kutub kehidupan: pribadi dan sosial. Jika seseorang hanya menunjukkan kasih sayang kepada anak dan keluarganya, tetapi tidak peduli terhadap nagari atau lingkungan sekitarnya, maka ia akan dianggap sempit pandangan dalam budaya Minang. Di sisi lain, jika seseorang hanya sibuk dengan kegiatan sosial dan pengabdian kepada masyarakat, namun keluarganya sendiri terlantar atau merasa tidak diperhatikan, maka itu pun menjadi suatu ketidakseimbangan. Dengan kata lain, keutamaan seseorang diukur dari bagaimana ia mampu memelihara kasih dan tanggung jawab di dalam rumah sekaligus menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Peribahasa ini juga mencerminkan konsep kepemimpinan dalam masyarakat Minangkabau. Seorang pemimpin tidak hanya harus memperhatikan keluarganya, tetapi juga masyarakat yang ia pimpin. Jika pemimpin hanya memperhatikan anak dan keluarganya sendiri, dan tidak peduli terhadap rakyatnya, maka kepemimpinan itu cacat. Sebaliknya, pemimpin yang mengutamakan masyarakat namun membiarkan keluarganya terpuruk juga menunjukkan ketidakseimbangan dalam menjalankan amanah. Maka dari itu, idealnya seorang pemimpin harus mampu menyeimbangkan keduanya.
Secara harfiah, peribahasa ini bermakna bahwa menyayangi anak itu tidak hanya sebatas memberikan kasih dan perhatian di rumah, tetapi juga mendidiknya agar menjadi orang yang terhormat dan bermanfaat di tengah masyarakat. Dalam istilah Minangkabau:"Sayang di anak di lacuik" berarti menyayangi anak di dalam rumah, dalam pelukan dan kehidupan keluarga. "Sayang di nagari di tinggaan" berarti menyayangi anak dengan membimbingnya agar menjadi orang yang dihormati dan dibanggakan di tengah masyarakat atau nagari.
Peribahasa ini mengajarkan bahwa kasih sayang bukan sekadar ekspresi emosional, tapi harus diwujudkan dalam bentuk pendidikan, disiplin, dan pembentukan karakter. Orang tua yang benar-benar menyayangi anaknya akan mempersiapkan anak itu untuk menghadapi dunia luar dengan bekal yang cukup, bukan hanya memanjakannya di dalam rumah.
Kasih sayang bukan berarti membiarkan anak hidup seenaknya atau memenuhi semua keinginannya tanpa batas. Justru, kasih sayang yang sejati ditunjukkan melalui pendidikan yang baik, keteladanan, dan penanaman nilai-nilai luhur sejak dini. Orang tua yang menyayangi anak akan melatihnya bersikap sopan, bertanggung jawab, bekerja keras, dan menghormati orang lain. Minangkabau, dengan sistem adat matrilinealnya, menekankan pentingnya pendidikan anak dalam keluarga besar. Anak tidak hanya milik orang tua kandung, tapi juga menjadi tanggung jawab mamak (paman dari pihak ibu), niniak mamak (tokoh adat), dan seluruh kaum. Maka, menyayangi anak juga berarti membawanya ke dalam sistem adat dan sosial yang mendukung pembentukan karakter yang baik.
Sayang di Nagari: Mengangkat Martabat Keluarga dan Kaum
Peribahasa ini juga menekankan bahwa keberhasilan orang tua tidak hanya dilihat dari seberapa besar kasih sayang yang diberikan di dalam rumah, tetapi juga dari bagaimana anak tersebut tumbuh dan berperan dalam masyarakat. Anak yang berilmu, beradab, dan berkontribusi di nagari akan menjadi kebanggaan keluarga dan kaum. “Sayang di nagari di tinggaan” berarti menyayangi anak dengan cara mendorongnya untuk sukses di luar rumah, menjadikannya pemuda atau pemudi yang dihormati karena kecerdasannya, akhlaknya, dan kebermanfaatannya bagi orang banyak. Ini sejalan dengan pepatah Minang lainnya: “Anak dipangku kamanakan dibimbiang, uram-uram ka nan rami.” Artinya, anak kandung dididik dengan kasih sayang dan bimbingan, tapi juga diarahkan agar bisa menjadi bagian dari komunitas yang lebih luas.
Relevansi dalam Kehidupan Modern







