TALANG BABUNGO - Cuaca cerah Minggu pagi sekitar pukul 10.00 WIB menyambut rombongan peserta roadshow Lomba Foto Astra dan Anugerah Pewarta Astra 2025, Minggu 3 Agustus 2025 di MIS Mualimmin, Jorong Tabek, Talang Babungo.
Senyuman merekah, liukan badan serta jentikan jari penari yang seirama dengan alunan musik Minang yang penuh semangat, bagaikan sebuah pesan, menggambarkan beginilah harmoni dinamika kehidupan di Kampung Berseri Astra (KBA) Tabek Talang Babungo yang terletak di Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok Ranah Minang Provinsi Sumatera Barat, saat ini.
Begitulah. Kampung miskin yang dulunya daerah paling tertinggal di Sumbar ini, berkat polesan Astra (PT Astra Internasional, TbK) lewat program Kampung Berseri Astra (KBA) dan tekad bulat warganya, kini jadi barometer kemajuan dalam membangun sebuah kampung di Indonesia.
Neski jauh terpelosok di Tengah Bukit Barisan wilayah Solok dengan jarak sekitar 80 km dari pusat Kota Padang, Astra Menyulap Talang Babungo jadi Mutiara yang berkilauan dan bersinar terang.

Ketua Kampug Berseiru Astra (KBA) Talang Babungo, Kasri Sastra, membuka kisah, dihadapan 80 peserta roadshow Lomba Foto Astra dan Anugerah Pewarta Astra 2025, Minggu 3 Agustus 2025 di MIS Mualimmin, Jorong Tabek, Talang Babungo, berbutur, keberhasilan yang digapai saat ini penuh dengan perjuangan, kesabaran, cucuran keringan dan air mata serta darah.
Kasri Sastra, melanjutkan cerita. Tekad ingin maju dan berubah kami mulai dari sektor pendidikan, dan timbulnya ide membangun rumah pintar. Rumah pintar yang dibuat tak hanya untuk belajar dalam arti sempit, tapi untuk musyawarah, menggali ide dan aspirasi secara bersama guna bangkit dari keterpurukan mengubah status sebagai daerah tertinggal.
Dan mulailah dibangun rumah pintar kala itu dengan arsitektur bagonjong rumah gadang. Bahan digunakan, diambil dari desa, seperti kayu, bambu dan bahan lainnya. Warga bersama-sama bergotong royong membangun rumah pintar, dengan tonggak/tiang utama dari batang aren yang ditebang sendiri oleh masyarakat. Satu tiang lumayan berat dan harus diangkat minimal 80 orang.
“Meski berat, semangat tak luntur," Kasri melanjutkan.

Bangunan selesai, dari sinilah dilahirkan pemikiran-pemikiran baru, merancang kemandirian kampung. Diskusi berjalan hangat dan smultan, termasuk belajar soal adat istiadat, norma kehidupan yang bermuara pada tekad bulat: kita harus bangkir dan maju.
Editor : Ermanto