SEBAGAI seorang mahasiswa perantau yang kini jauh dari kampung halaman, dan terpisah jarak dengan teman sekolah yang menyebar dengan kehidupan dan kesibukannya masing-masing, ada yang berubah dalam pola hubungan pertemananku dengan teman lama semasa bersekolah.
Apakah “dunsanak” kini hanya sekadar nama di kontak? Atau sisa ingatan dari masa lalu yang mulai kabur?
Makna Dunsanak yang Lebih dari Sekadar Darah
Dalam budaya Minangkabau, dunsanak bukan cuma soal garis keturunan. Ini soal rasa. Soal keakraban, kebersamaan, dan saling peduli. Bahkan orang yang tidak sedarah pun bisa disebut dunsanak jika sudah terjalin rasa saling percaya dan tolong-menolong.
Kita tumbuh dalam nilai badunsanak—yang artinya berdiri dan hidup bersama. Ada petatah yang sering disampaikan orang tua:
(Ke dunsanak baru saling tolong-menolong, ke orang lain belum tentu kita lihat.)
Tapi kini, di zaman yang serba cepat dan serba digital, nilai ini terasa makin sayup.
Bukan karena hilang, mungkin hanya tertutup notifikasi.
Dekat di Layar, Jauh di Rasa