SUMATERA BARAT -Urang gilo (orang gila-red) begitu masyarakat menamai sekelompok pemuda di Nagari Ampiang Parak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, karena mereka mencoba membuat hutan dengan menanam pohon di sepanjang 2,7 km garis pantai yang gersang dan panas.
Memang gila! Jika di negara lain para aktivis dan pegiat lingkungan berjuang melindungi hutan yang sudah ada, para pemuda di Ampiang Parak justru membuat hutan pelindung bagi masyarakat dari ancaman gelombang pasang dan hutan tempat bertelur bagi penyu.
Haridman, inisiator terbentuknya Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) bercerita, bagaimana ia mengumpulkan masyarakat dan memberikan penjelasan tentang perlunya merintis sebuah kawasan yang gersang menjadi ruang terbuka hijau.
Tahun 2013 kelompok berdiri dan mulai menanam mangrove jenis rhizopora dan cemara laut (australian pine/beach she-oak), tanaman multifungsi ini sangat cocok ditanam di wilayah pasang surut dan vegetasi pantai, sambung Haridman.
Mangrove Dan Cemara Tumbuh Penyu Makin Banyak Bertelur

Anggota laskar memberi makan anak tukik yang baru menetas di kolam penangkaran sebelum melepaskannya kembali ke laut, Rabu (28/3/2018).(Beritaminang/Adi Prima)
Hewan air seperti biawak, keong, ikan dan bangau mulai datang ke taman mangrove. Daun dan urat mangrove merupakan antibiotic alami bagi hewan air yang terluka. Dikutip dari LIPI, 1 hektar tanaman mangrove dapat menyerap emisi karbondioksida setara 59 sepeda motor per tahun.
Pohon cemara tumbuh penyu semakin nyaman naik ke pantai untuk bertelur. Selain mengawasi dan merawat vegetasi pantai, kelompok juga memberikan perlindungan terhadap penyu.
Di dunia ada tujuh jenis penyu, enam terdapat di Indonesia, Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta).
Editor : Marjeni Rokcalva