IKLAN KUPING KANAN PASISI 12
IKLAN POSISI 13

Begini Sejarah Singkat Kabupaten Pesisir Selatan

Kota Painan Ibukota Kabupaten Pesisir Selatan dari udara. pesisirselatankabgoid
Kota Painan Ibukota Kabupaten Pesisir Selatan dari udara. pesisirselatankabgoid
PT GITO PERDANA SEJAHTERA

SEBELUM terbentuknya Provinsi Sumatera Barat, Pesisir Selatan merupakan bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK) periode Sumatera Tengah.

Jauh dimasa silam, wilayah Pesisir Selatan merupakan daerah sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat yang terdiri dari rawa-rawa dataran rendah dan bebukitan yang belum berpenghuni. Kalaupun ada penghuni jumlahnya sangat sedikit dan besar kemungkinan mereka adalah orang-orang yang dikenal sebagai Orang Rupit pelarian dari daerah Sungai Pagu Muara Labuh dan sekitarnya. Kemudian beberapa ratus tahun kemudian barulah datang orang-orang dari darek (Luhak) menempati wilayah ini dan juga dari arah selatan (Bengkulu, Jambi dan Palembang). Dari darek sendiri ada dua daerah asal yaitu Kubuang Tigo Baleh dan Sungai Pagu Muaro Labuh.

Penduduk dari Kecamatan XI Koto Tarusan dan Kecamatan Bayang secara historis umumnya berasal Luhak Kubuang Tigo Baleh terutama dari nagari Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau Kabupaten Solok sekarang dan Sungai Pagu, Solok Selatan sekarang. Penduduk Kecamatan Lengayang dan Kecamatan Ranah Pesisir umumnya berasal dari Muara Labuh, Solok Selatan Sekarang. Dan jangan heran, cara berbahasa orang Muara Labuh, mirip sekali dengan orang yang tinggal di Nagari Kambang, Kecamatan Lengayang Pesisir Selatan.

Sebagian nenek moyang Nagari Inderapura ada yang berasal dari darek (Pariangan Padang Panjang, Padang Panjang sekarang). Dan sebagian kecil dari Bengkulu dan Kerinci terutama penduduk Tapan dan Lunang.

Pada tahun 1523 di Painan sudah berdiri sebuah surau, lembaga pendidikan agama di Minangkabau. Pada abad 16 ini pula, Pulau Cingkuk di Painan menjadi pelabuhan kapal international yang berjaya sebagai pelabuhan emas Salido.

Advertisement
BANNER POSISI 14
Scroll kebawah untuk lihat konten
Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido.

Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian.

Masyarakat Bayang pernah terlibat dalam perang melawan Pemerintah Hindia Belanda selama lebih kurang satu abad yaitu dimulai pada tahun 1663 sampai 1771.

Pada tahun 1915, pemuka adat nagari Bayang Nan Tujuh dan Koto Nan Salapan (sebelum menjadi kecamatan Bayang) mengadakan rapat di Koto Berapak dan Pulut-pulut merumuskan tambo (sejarah dan adat) Nagari Bayang yang menyatakan bahwa nenek moyang masyarakat Bayang dan cabang-cabangnya (Lumpo dan Salido) berasal dari tiga nagari di Kubuang Tigo Baleh (Solok sekarang) yaitu Muaro Paneh, Kinari dan Koto Anau. Mereka migrasi sesudah kedatangan nenek moyang masyarakat XI Koto Tarusan di sebelah utara, di balik bukit Bayang.

[sunting] Tonggak Sejarah Pesisir Selatan

Editor :
Tag:
IKLAN POSISI 15
Bagikan

Berita Terkait
AMSI MEMBER
Terkini
BANNER POSOSI 5
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT SAMPAH