Namun demikian, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap sisi positif dari keberadaan tol ini. Yang dimana waktu tempuh yang menjadi jauh lebih singkat antara Padang-Sicincin jelas meningkatkan produktivitas.Menurut PT Hutama Karya (persero), selaku pengelola tol, keberadaan dari ruas tol ini akan mendukung kelancaran dari arus barang dan jasa, sekaligus meningkatkan daya tarik investasi di Sumatera Barat (Hutama Karya, 2025).Dengan kata lain, jika dikelola dengan baik, tol ini bisa menjadi alat penggerak ekonomi daerah.
Karena itu, tantangan terbesar saat ini ialah bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan investasi dan kepentingan masyarakat. Pemerintah bersama operator seharusnya perlu menyiapkan skema yang lebih adil lagi, misalnya memberikan diskon bagi pengguna rutin, tarif khusus untuk angkutan umum, atau masa transisi dengan tarif bertahap. Tanpa kebijakan semacam itu, keberadaan tol berisiko hanya menjadi infrastruktur para elitis saja.
Pengalaman di daerah lain menunjukkan bahwa fleksibilitas dari kebijakan tarif bisa meningkatkan penerimaan publik. Misalnya, di sejumlah ruas tol yang ada di pulau Jawa, operator memberikan diskon pada musim tertentu contohnya pada musim mudik lebaran atau bagi pengguna e-toll berlangganan. Yang menjadi pertanyaan saat ini ialah, “mengapa skema serupa tidak dicoba diterapkan di Sumatera Barat? “.
Pemerintah seharusnya perlu mendengar berbagai keluhan dari masyarakat, bukan hanya sekedar menekankan aspek investasi saja. Sebab, pembangunan sejatinya bukan hanya tentang beton dan aspal, melainkan juga tentang rasa keadilan dan juga keberpihakan. Infrastruktur maju itu sangat penting, tetapi rakyat jangan sampai menjadi pihak yang paling terbebani. (***)