Kegigihan itu bukan tak beralasan, saat ia berstatus sebagai mahasiswa jurusan seni rupa FKSS (sekaran FBS) UNP Padang tahun 1979 semester dua, Amrizal Salayan nekad merantau ke Bandung mencari pengalam hidup serta tantangan menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi.
Saya pun mencoba ikut ujian saringan masuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Diluar dugaan, akhirnya saya lolos dan diterima di ITB Bandung tahun 1980. "Senangnya bukan kepalang, tapi bingungnya juga gak kepalang,". Pasalnya saat saya tak dibekali uang untuk mendaftar ulang di kampus bergengsi itu.
Saya sangat bingung dan pasrah seraya berusaha mencari jalan keluar. Usaha dan kerja keras itu akhirnya berbuah manis yang akhirnya ada solusi agar saya bisa masuk kuliah di ITB Bandung, ujar Amrizal tersenyum.
Terlepas dari suka dukanya mengikuti pendidikan di ITB Bandung, saya kaget ketika Amrizal Salayan mengajak ke studionya berdampingan di kediamannya di atas tanah seluas 1000 meter persegi, terlihat karya-karyanya semasa di SSRI Negeri Padang sejak kelas I hingga kelas IV masih terawat dan tersusun rapi terutama lukisan-lukisan cat air yang dikerjakan dengan telaten dan penuh pesona hingga menghipnotis mata.
Karya-karya tersebut diberi lapisan plastik kaca dan bingkai hingga ia tampak seperti baru siap dikerjakan. Ada puluhan karya-karya terbaiknya semasa masih bersekolah di SSRI Negeri Padang (1974-1978) berobyekan beragam pemandangan alam, sosok manusia dan lainnya memakai medium cat air yang hingga kini masih tersusun rapi dan ditempat pada lokasi yang tidak merusak karya, seperti kena air atau basah dan lain sebagainya.
Sejumlah karya-karya patung monumental yang ada prototypenya berukuran tinggi puluhan meter dengan objek sejumlah tokoh-tokoh ternama, terlihat berdiri kokoh dan indah di beberapa lokasi dekat studionya.
"Ia Ada dengan Ketiadaannya", aluminium, yang patung aslinya terletak di halaman Gallery Lawangwangi Creative Speace Bandung dengan sosok-sosok manusia berjejer berpangku tangan berdiri yang satu persatu hingga terakhir terlihat kosong di dalam tubuh manusia itu.
Yang melatarbelakangi karya ini karena hal yang paling urgen diperjuangkan manusia selama menjalani kehidupan dunia dengan segala aktivitasnya adalah menyongsong kematian. Saya merenungkan betapa seluruh perjalanan kehidupan dengan segala perjuangan, kegigihan, penderitaan, kebahagian semua akan berujung kematian. Eksistensi manusia itu ada, karena ia diadakan (ciptaan-Nya), ujar Amrizal Salayan.
Pada akhir kesempatan bincang-bincang dengan Amrizal Salayan di kediaman dan studionya itu, ia berobsesi menjadikan studio seninya ini sebagai sebuah gallery refresentatif, kalau dapat dijadikan museum. Mengingat karya-karya yang saya hasilkan selama lebih 40 tahun semua lengkap dengan dokumen-dokumen yang tersusun rapi. (mh)
Editor : Berita Minang