CORONAvirus diseas 2019 (covid-19), menjadi momok menakutkan, setelah jutaan orang dari ratusan negara di dunia tewas terpapar virus mematikan asal Wuhan, Cina ini. Termasuk Indonesia yang korbannya terus meningkat, hingga Sabtu (25/4) ini, secara nasional dilaporkan Jubir Pemerintah Achmad Yurianto sudah 720 orang meninggal. Namun, 1.042 berhasil disembuhkan dari 8.607 kasus.
Provinsi Sumatera Barat, tak mampu bersembunyi dari virus yang tak tampak tersebut. Berbagai Kabupaten/Kota mulai membuktikan covid-19 sudah menyerang warga mereka. Seperti dilansir Jubir Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Sumatera Barat, Jasman, sampai hari ini tercatat 11 meninggal, 20 berhasil disembuhkan, dan 24 orang dirawat diberbagai rumah sakit. Sungguh dahsyad wabah asal negeri tirai bambu ini.
Beruntung Kota Sawahlunto untuk sementara masih berada dizona aman, karena belum satupun warganya terinfeksi covid-19. Semoga saja hal ini tidak terjadi untuk seterusnya. Namun lebih mengerikan, rasa takut yang mengguncang jika ada warga menjadi pasien rumah sakit dinyatakan positif covid-19 setelah pengambilan sample darah dengan teknik rapid test anti bodi atau tes cepat oleh tim medis.
Belakangan, berdasarkan penelusuran saya dari berbagai media yang memberitakan kasus penularan pandemi ini menyebutkan, pasien yang sebelumnya dinyatakan terinfeksi covid-19, ternyata setelah dilakukan swab pengambilan sampel lendir hidung atau tenggorokan (Polymerase Chain Reaction/PCR) hasil diagnosa rapid test pada umumnya dinyatakan negatif.
Banyak Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih menggunkan rapid test untuk mendeteksi pasien yang dinayatakn positif terpapar covid-19, sementara dibelahan negara didunia termasuk beberapa kota di Indonesia menolak penggunaan bahkan pengadaan alat diagnosa covid-19 ini. Apa yang terjadi ?
Dikutip dari CNN Indonesia, Perwakilan WHO untuk Indonesia, dr. Navaratnasamy Paranietharan, mengatakan selama ini WHO hanya melakukan rapid test untuk keperluan penelitian saja, bukan untuk mengonfirmasi kasus positif atau negatif corona atau covid-19. Tapi WHO merekomendasikan penggunaan diagnosa
"WHO tidak merekomendasikan penggunaan diagnosa rapid test berdasarkan anti-bodi sebagai pemeriksaan penanganan wabah corona atau penanganan pasien. Kami tidak merekomendasikan itu," kata Paranietharan saat mengisi webinar yang digagas Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Selasa (21/4), mengutip CNN Indonesia.
Sejalan dengan itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo diberbagai media mengatakan tes kesehatan terkait covid-19 dengan metode pengambilan sampel darah kilat alias rapid test tidak efektif dan akurat. Rapid test ini ditempuh pemerintah karena dinilai lebih murah.
Menurut Doni Munardo yang urang awak itu, kini pemerintah mulai memilih opsi dengan pengambilan sampel lendir hidung atau tenggorokan (Polymerase Chain Reaction/PCR). Pengantinya, akan mendatangkan PCR test. Statement itu disampaikan Doni Munardo dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Kepala BNPB melalui siaran langsung di akun Youtube DPR RI, Senin (6/4).







