Penulis: Redaktur
PADANG - Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar, terancam dinonaktifkan dari jabatannya usai Mahkamah Agung menolak Kasasi terkait putusan Pengadilan Negeri Padang atas kasus yang menimpanya.
Mahkamah Agung (MA) RI memutuskan menolak permohonan kasasi terdakwa Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar dalam kasus pidana khusus Lingkungan. Penolakan diumumkan dalam laman perkara situs resmi MA www.mahkamahagung.go.id, Rabu (24/2/2021).
Dalam berkas dengan Nomor Perkara 31 K/PID.SUS-LH/2021 tersebut diputus oleh Hakim Hidayat Manao, Brigjen TNI Sugeng Sutrisno dan Dr Sofyan Sitompul.
Baca Juga
- Bupati Pessel Rusma Yul Anwar Terima Penghargaan Digital Governement Award 2023
- Gubernur Sumbar dan Bupati Pessel Hadiri Apel Siaga Pengendalian Karhutla di Sago
- Wakil Bupati Pessel Rudi Hariyansyah Hadiri Pengukuhan Pengurus IKPS Dumai
- Bupati Pessel Rusma Yul Anwar Hadiri Wisuda Rumah Tahfidz Ibnu Jannah
- Bupati Pessel Buka Tournamen Sepak Bola Bupati Cup Ku12 Se-Indonesia
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Khairul Fahmi menilai status Bupati Pesisir Selatan (Pessel) Rusma Yul Anwar saat ini telah terpidana. Hal ini usai permohonan putusan kasasi Rusma ditolak Mahkamah Agung (MA).
"Sekarang sudah terpidana (statusnya). Putusan MA itu inkrah, kalau inkrah ya permanen," kata Fahmi seperti dilansir langgam.id, Jumat (26/2/2021).
Menurutnya jika mengunakan undang-undang pilkada, Rusma sebagai bupati terpilih Kabupaten Pesisir Selatan dalam proses pelantikan tetap bisa dilakukan. Namun setelah itu mestinya langsung diberhentikan.
"Tetap dilantik, setelah dilantik diberhentikan, itu aturan hukumnya. Kalau prosedur kepala daerah, karena beliau sudah terpidana dan itu putusan sudah inkrah dalam konteks pelantikan tetap dilantik," jelasnya.
Hanya saja, kata dia, jika salinan putusan kasasi belum diterima semestinya pelantikan Rusma ditunda terlebih dahulu.
"Mestinya tidak dilantik dulu, jika sudah keburu dilantik gimana lagi. Tunggu aja salinan putusan, baru kemudian diberhentikan," ujar peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Unand itu.
Salinan Putusan
Rusma tidak mau terlalu banyak menanggapi soal ditolaknya kasasi itu. Politisi Partai Gerindra ini mengaku belum mendapat salinan putusan.
"Saya sampai sekarang belum mendapatkan salinan surat resminya," katanya singkat usai pelantikan di Gubernuran Sumbar.
Hal yang sama juga disampaikan Gubernur Sumbar, Mahyeldi. Pemerintah provinsi sampai sekarang juga belum menerima salinan keputusannya secara resmi. Sehingga belum ada tindaklanjut dari putusan itu.
"Kita belum ada menerima surat resmi, kalau nanti sudah ada surat resmi baru kita tindaklanjuti," ucap Mahyeldi.
Untuk diketahui Rusma Yul Anwar mengajukan kasasi kepada MA terkait banding dari Pengadilan Tinggi Sumbar yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padang yang memutuskan bahwa Rusma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.
Putusan Pengadilan Negeri Padang tersebut yaitu melakukan usaha dan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan. Serta, menjatuhkan pidana 1 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan subsider 3 bulan kurungan.
Rusma menjadi terdakwa saat masih menjabat Wakil Bupati Pesisir Selatan periode lalu, atas kasus perusakan hutan lindung dan penimbunan hutan bakau (mangrove) di kawasan Mandeh. Dia pun dijatuhi hukuman selama 1 tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan atas kasus perusakan mangrove yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Padang, Jumat (13/3/2020).
Saat itu, sidang putusan ini dihadiri ratusan simpatisan dan keluarga dari Rusma Yul Anwar yang duduk di kursi pesakitan mengenakan kemeja putih bercorak serta celana berwarna hitam.
Dalam dakwaan pertama terkait izin lingkungan dan membuat kegiatan tanpa izin lingkungan, majelis hakim memutus Rusma Yul Anwar tidak bersalah. Putusan itu membuat suasana sidang riuh dengan mengucapkan takbir.
Namun, suasana berubah ketika majelis hakim membacakan putusan di dakwaan kedua. Rusma divonis bersalah melanggar pasal 109 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan denda sebesar Rp1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Gutiarso didampingi hakim anggota Agus Komarudin dan Khairuddin.
Putusan tersebut membuat suasana ruang sidang berubah histeris. Keluarga dan para simpatisan menangis mendengar vonis penjara. Sidang pun ditutup tanpa diperintahkan hakim untuk melakukan penahanan badan terhadap Rusma.
"Terdakwa memutuskan banding, tidak menerima putusan. Kami akan menyiapkan segala sesuatunya untuk banding," kata Penasehat Hukum Terdakwa, Vino Oktavia kala itu.
Vino mengaku terkejut dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebab, dakwaaan JPU menyoal kegiatan yang dilansungkan terdakwa wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
"Ternyata hakim memiliki pendapat sendiri, hakim mengatakan wajib amdal. Jadi pertimbangan dan keputusan hakim berbeda dengan surat dakwaan JPU. Makanya kami tidak pernah melakukan pembelaan dengan amdal. Hakim berpendapat sendiri wajib amdal katanya karena berada di kawasan hutan lindung," ujarnya. *
Source: Langgam.id
Editor: Marzuli Adi
Komentar