Mamakiah Tradisi Unik di Pesantren Darul Ulum Padang Magek Tanah Datar

Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Tanah Datar, Sumbar. Foto: Humas Ponpes Darul Ulum
Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Tanah Datar, Sumbar. Foto: Humas Ponpes Darul Ulum
PT GITO PERDANA SEJAHTERA

PAGI sekitar pukul 06.00, setiap hari Kamis, anak siak (santri), Surau Baru, kini disebut santri Pondok Pesantren Darul Ulum Padang Magek, Tanah Datar, Sumbar, sibuk keluar menuju nagari-nagari tertentu untuk minta sedekah atau disebut juga mamakiah.

Daerah yang mereka kunjungi berkisar di Kabupaten Tanah Datar, paling jauh ke Kota Padang Panjang, Kecamatan Baso, Agam dan ke Sumani Kecamatan X Koto Singkarak, Kab. Solok.

Santri ini hanya membawa bekal, sebuah karung kosong berwarna putih. Itulah yang namakan buntia. Buntia ini dibuka di halaman rumah penduduk, pada nagari yang sudah direncanakan semula.

Dengan mengucapkan kalimat assallamualaikum Wr.Wb, mulut buntia dibuka. Selanjutnya sambil menjawab salam, si tuan rumah langsung mengetahui, bahwa yang datang itu adalah santri dari Padang Magek.

Biasanya tuan rumah menyuruh santri naik ke rumah, melafalkan doa untuk arwah orang tua-tua dan keselamatan keluarga. Jika tidak, dia langsung memberikan segelas beras kepada santri yang berdiri di halaman.

Beras langsung dituangkan ke dalam buntia. Kemudian si santri pun mengucapkan terimakasih dan dia akan menuju rumah lain, untuk berbuat hal yang sama.

Setelah seharian berjalan dari rumah ke rumah, dari desa ke desa (nagari ke nagari), buntia yang disandang pun akhirnya penuh. Isinya berkisar 10 sampai 20 liter beras. Kemudian santripun memutuskan pulang ke pondok, di sore hari menjelang senja.

Hasil mamakiah itulah, yang dijadikan bekal oleh santri pondok pesantren Darul Ulum Padang Magek, selama seminggu untuk makan. Sebagian bisa dijual dijadikan uang belanja.

"Begitulah siklus kehidupan mamakaih, yang dipraktekkan anak siak Surau Baru, sejak pengajian di surau ini dimulai tahun 1942, di bawah asuhan Almarhum Tuanku S.Malin Kuning," kata H Ampera Salim salah seorang pengurus pesantren ini.

Sejauh ini katanya, nama anak siak, atau disebut santri darul ulum, belum pernah cacat di luar. Malah banyak masyarakat nagari tetangga, yang memujikan ke hadiran anak santri mamakaiah, setiap hari Kamis itu.

Editor : Berita Minang
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini