Penulis: Humas/BM | Editor: Marjeni Rokcalva
PADANG -Memasuki tahun politik yang bersamaan dengan maraknya penyalahgunaan informasi, maka Pusat Kajian Gerakan Bersama Antikorupsi (Gebrak) Universitas Negeri Padang (UNP) bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar, menggelar Seminar dan Diskusi Publik Jumat (1/12/2023).
Dengan mengusung tema "Urgensi Literasi AntiKorupsi Jelang Pemilu 2024" Gebrak UNP menyoroti mengenai maraknya korupsi di bidang komunikasi yang rentan menyesatkan pilihan masyarakat pada moment pemilu.
"Korupsi dalam momen Pemilu sangat besar. Tidak hanya korupsi berupa money politic maupun serangan fajar yang selama ini kerap terjadi. Tetapi juga termasuk korupsi di bidang komunikasi yang rentan menyesatkan pilihan masyarakat," ungkap Ketua PK Gebrak UNP, Mohammad Isa Gautama, di Aula Fakultas Ilmu Sosial (FIS).
Baca Juga
- Inilah Nama-Nama 20 Anggota DPRD Padang Panjang Terpilih di Pemilu 2024
- KPU Pessel Gelar Rapat Pleno Penetapan Calon Anggota DPRD Terpilih Pemilu 2024
- Bupati Pessel Hadiri Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Pemilu 2024
- Ini Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilu 2024 di Kecamatan Padang Panjang Barat
- Kecamatan Padang Panjang Timur Selesaikan Perhitungan Suara Pemilu 2024, Ini Rinciannya
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa Korupsi informasi seputar pemilu dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi demokrasi, seperti menurunkan kualitas pemilu dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara atau peserta pemilu.
Ia menjelaskan bahwa korupsi informasi seputar pemilu berupa penyalahgunaan informasi yang berkaitan dengan proses, hasil, atau dampak pemilu untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
"Untuk mencegah dan memberantas itu, diperlukan upaya dari berbagai pihak, seperti meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengelolaan informasi pemilu," tambah Dosen Ilmu Komunikasi UNP itu.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Sumbar Vifner membahas tentang politik uang yang terjadi pada perhelatan Pemilih Umum (Pemilu) selama ini.
Sejauh ini Bawaslu mencatat bahwa jumlah pemilih yang terlibat dalam politik uang berkisar antara 19,4% hingga 33,1%.
"Hal ini menunjukkan bahwa politik uang telah menjangkau hingga ke lapisan masyarakat yang paling bawah," papar Vifner.
Menurutnya, Bawaslu, KPU, dan partai politik perlu bekerja sama untuk mencegah dan menindak tegas pelaku politik uang. Selain itu, perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk menolak politik uang. Masyarakat perlu memahami bahwa politik uang dapat merusak demokrasi dan menghambat pembangunan. (Humas/BM)
Komentar