Tunggul Hitam dan Sate Simpang Maut

2680 hit
Paskibraka Kota Padang Panjang Dikukuhkan

Marjeni Rokcalva

Kolomnis

TUNGGUL Hitam adalah nama kawasan yang masuk dalam Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat. Kawasan Tunggul Hitam masuk dalam Kelurahan Dadok Tunggul Hitam. Kawasan ini cukup terkenal di Kota Padang dan Sumbar.

Karena disinilah berada Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang terkenal dengan aneka cerita itu. Ya, horor dan menakutkanlah. Saya sendiri meskipun tinggal di Kelurahan Bungo Pasang, Koto Tangah, Padang, tapi tetap disebut orang Tunggul Hitam. Karena jalan pulang harus melewati TPU. Sudah lebih 22 tahun saya tinggal di sana bersama anak dan istri.

Kawasan ini, baru sepuluh tahun belakangan mulai ramai. Dan lokasi TPU oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pasang, juga mulai diberi lampu penerangan. Sehingga kesan seram dan angker semakin hilang. Bahkan ada yang pacaran segala di lapak pedagang yang berbatasan dengan dinding TPU, malam harinya.

Sepuluh tahun lalu, TPU Tunggul Hitam, tidak pakai penerangan. Meski demikian, saya terobos saja, pakai motor butut, bila pulang larut malam dari kantor, jam berapa saja. Dan bahkan tukang ojek sering kaget dengan aksi nekad itu.

Sesekali juga ada yang pengendara motor menunggu saya melewati jalur itu di tengah malam, karena mereka tidak berani melewati jalur itu. Seram bercampur takut, tak ada penerangan pula, sebut mereka.

Berjalan malam, sebenarnya yang harus ditakutkan, ya kondisi kesehatan dan kondisi kenderaan. Kalau tiba-tiba motor mogok atau pecah ban, itulah yang sering saya cemaskan. Kalau soal cerita horor dan apalah namanya, sebaiknya dibawa enjoy saja. Sebagaimana aksi pedagang sate yang satu ini.

Lihat saja aksi pedagang sate di kawasan tak jauh dari Pasar Tabing Padang. Malah memberi nama pondok satenya dengan tulisan besar: 'Pondok Sate Simpang Maut, Mak Nyos'. Bukannya lengang, malah satenya laris manis. Sata disini khusus daging ayam kampung, lho. Plank merek ini, kira-kira setahun belakangan ada. Dulu sate ini dijual dengan gerobak di bahu jalan yang menghubungkan Simpang Tabing-Lubuk Minturun. Dan tidak pakai nama. Tapi orang-orang menyebutnya juga Sate Simpang Maut.

Lokasi sate ini terletak di kawasan yang dikenal warga sekitar dengan sebutan Simpang Maut. Konon ceritanya jalan di simpang itu rawan kecelakaan dan bahkan ada yang meninggal. Jalan disana menikung dan ada pula jalan keluar masuk seperti gang dan berbentung simpang tiga, gitu. Jadi kalau tidak hati-hati masuk gang, maut bisa mengintai. Dan dimulut gang itulah, gerobak sate berada.

Tapi, sejak enam atau lebih tahun lalu, penjual sate sudah dapat tempat. Mereka pindah ke seberang jalan dan memajang nama. Istri dan anak-anakku, paling senang dan doyan dibawa makan sate kesana. Penjual sate ramah.

Bahkan, tak hanya dapat sate dan ketupat, kita juga dapat tambahan bonos tulang ayam yang gurih. Tulang ayam dimasak bersama kuah dan diambil dalam kuah sate yang panas.

Namun, kadang-kadang, kita juga harus kecewa. Sate kadang-kadang tak jualan. Alasannya, ya ada saja. Tidak dapat ayam atau ayam kampung mahal, atau pergi kondangan saudara, misalnya. Yang sering tidak jualan, ya yang pagi. Dan bila sepulang mengantarkan anak sekolah, kalau istriku pesan sate dibungkus, dan ia tidak jualan, maka istriku kecewa sekali.

O, ya. Bos sate itu ada dua. Satu bos sate sore dan sate pagi. Kalau sate sore, dijual oleh anak muda yang belum menikah. Ia selalu tersenyum melayani pembeli. "Pakai tulang atau daging saja," katanya ramah sebelum meracin sajian sate. Kalau sate pagi, itu kokinya, Ipar yang yang jual sore. Keduanya juga ramah.

Enam bulan belakangan, saya yang bolak balik Pekanbaru-Padang, hanya bisa menyempatkan diri makan sate berdua istri sekali sebulan. Sekaligus merajut kasih sayang kami berdua. Sate simpang maut, bikin ketagihan dan tidak horor. Hehehehe...

(***)

Komentar

Artikel Terbaru